Kamis, 09 Maret 2017

[PART 2] Miles to TOKYO

Halo... selamat pagi/siang/sore/malam.
Akhirnya nyambung cerita lagi. *standing applause. Kali ini saya akan melanjutkan cerita sebelumnya tentang jepun-jepun an, bagi yang belum baca yuk monggo di cek dulu part 1 disini


[Baru dapat LoA bulan Mei, berangkat Juli ---> cuma tersisa 2 bulan]


(my simple LoA (Letter of Acceptance) but sacred)

Kemarin ceritanya udah dapat LoA, trus ngapain kita lagi? Yap saatnya melengkapi dokumen-dokumen. (horeee...). Tapi tunggu dulu! Jadi pada suatu hari ini jalur exchangenya bersifat Independent alias ‘mandiri’ ga pake bantuan program-programan (yang punya program cuma ngasih duit saja), jadi ini bukanlah part yang menyenangkan. As I said before, kurang menyenangkan karena menurut saya ini adalah fase lumayan ribet, riweuh, bikin panik, bikin pusing, serba mepet, kepepet, kena santet (*bukan-bukan), menguras waktu, tenaga, uang dan lain-lain. Beberapa momen mungkin agak unpredictable dan bikin nyesek, kesel, speechless sendiri (ini terjadi bahkan sampe H-2 berangkat). Tapi alhamdulillaah semua hal di fase itu telah berhasil dilewati (GLORY FACE...hell yeah... :-O) dan terbayarkan pas nyampe di Jepangnya langsung.

 Baiklah saudara-saudara, disini tidak akan menjelaskan semua detail-detail yang harus persiapkan karena menurut saya menjelaskan hal tersebut adalah sesuatu yang membosankan. Wkwkwkwk. Mari kita pilih beberapa hal yang menurut hemat saya sepertinya menarik untuk diperbincangkan. *Hal-hal yang dilengkapin itu tidak hanya ke satu pihak (Unand) saja, tapi juga ke pihak universitas di Jepangnya karena itu menyangkut visa dan hajat hidup anda disana (si Todai nya ga mau kita pake visa pelajar, karena menurut mereka visa pelajar hanya benar-benar untuk mahasiswa, padahal di univ lain boleh pakai visa pelajar, jadi agak beda dan ribet dikit). So, mari membelah diri.


1. PASSPORT

Saya tidak punya passpor, belum pernah keluar negeri! Jadilah saya mengurus pasport keesokan harinya yang notabenenya pagi hari (padahal saya ada kuliah jam 8). Hari senin pagi sekitar jam stengah 6 pagi saya sudah sampai di imigrasi, ternyata kantor imigrasi masih tutup. *Hahaha kerajinan emang, coba aja bisa datang kuliah seniat itu. Ternyata sistem bikin paspor di kantor imigrasi udah beda, ga perlu lagi ngantri dari shubuh macam zaman baheula dulu dan gak bakal di kuota per harinya. Kamu bisa dapetin nomer antrian asalkan ngantri sampe batas waktu jam 10 pagi. Oww sh*t, okelah kita tunggu saja kantornya hingga buka, dan saya akhirnya dapat antrian nomer 3 (oh boy, ain’t nobody came earlier than me?).

Karena saya mengurus ini di blok 3.6 *sistem indra (ini blok ketat, ga boleh cabut kuliah pengantar) dan hari itu hari pertama blok, ketika sedang mengantri tiba-tiba akal sehat saya nyala dan akhirnya memutuskan untuk ke kampus dan membatalkan pembuatan paspor, dengan harapan setelah tutorial jam 11 nanti saya bisa antri lagi (sebelumnya gatau kalo batas ambil antriannya ampe jam 10). Tapi ternyata pas saya balik, tidak bisa lagi ambil nomer antrian karena batas pengambilan nomer antrian sampe pukul 10 pagi. Ah sial. Yo wes besok kesini lagi.

Esoknya hari selasa, saya memutuskan ambil jatah bolos 1 kuliah paling pagi untuk mengurus paspor ini (dipengarahan katanya absen kehadiran minimal 90%...wkkwkwkw, tapi mohon jangan ditiru). Kembali ke prosedur biasa, ambil antrian dan tunggu. Untuk sementara antrian aman, dokumen menurut saya oke sampai akhirnya saya maju untuk memberikan dokumen yang sudah disiapkan. Eh ternyata, ADA DOKUMEN YANG KURANG, yaitu AKTE KELAHIRAN, dan semua dokumen harus bawa versi aslinya. Saya cuma bawa versi fotokopi aja. Ondeh, ngangak bana den. Saat itu jam menunjukkan pukul 8 an, orang imigrasinya bilang jemput ajalah kerumah dulu, dan ambil nomer antrian lagi sebelum jam 10. Alhasil saya buru-buru ngebut pulang ke rumah cuma buat ambil akte asli, memfotokopinya dan buru-buru ke imigrasi lagi untuk memberikannya. Dan thanks god, semuanya kekejar. Selesai melengkapi dokumen dan selesai pulalah foto untuk paspor. Setelah itu saya buru-buru ke kampus untuk mengejar jadwal kuliah selanjutnya.

Endingnya setelah kuliah hari itu selesai, kira-kira sianglah, saatnya membayar tagihan passport ke bank BNI. DONE. Tinggal nunggu siap yang katanya 3 hari selesai, itu berarti Jumat bisa diambil. Namun pada hari Jumat pagi, ternyata passport saya ga bisa diambil. Yang kesel nya itu padahal udah ambil nomer antrian untuk ngambil passport, tapi nomer antriannya dilewatin begitu saja dan si ibuk petugasnya ga ngasih kabar apa-apa. Baru dengan inisiatif sendiri nanya ke ibuknya kok nomer antrian saya ga dipanggil-panggil, sedangkan nomor antrian dibawah saya udah dipanggil duluan. Dan barulah ternyata terungkap kalo nama di passport saya terjadi typo (red: Rikardi Santoso), jadilah passport saya kata mereka dicetak ulang. Sebenernya udah sempat curiga soalnya pas hari Selasa kemarin pada fase berfoto-foto, mereka salah tulis nama saya. Udah saya bilang sama petugasnya kalau nama saya salah, tapi kata bapaknya gapapa. -_-. nambah karajo se ma. 
*Btw nama saya rentan terjadi kesalahan, sebenernya ga sekali terjadi kesalahan penulisan nama, sebelumnya juga sering seperti: Rikardo, Ricardi, santoso, sentosa, sentoso, rikaredi dll. Si ibuk nyuruh balik lagi abis Jumat. Tapi ternyata abis Jumat juga belum selesai passportnya. Passportnya baru bisa diambil hari Senin. D*mn. Ngebuang waktu 4 hari, padahal deadline menunggu. Jadilah akumulasi total saya pergi ke Imigrasi sebanyak 6 kali. GREAT.


2. COE (Certificate of Eligibility)
*red: Surat keterangan yang dibuat oleh Ministry of Justice, Government di Jepang, dikirim dari Jepang dan dipakai sebagai salah satu item untuk pembuatan visa Jepang di negara asal.


Ini adalah sesuatu yang membingungkan awalnya. Professor saya disana berkata kalau saya tidak bisa memakai visa pelajar karena saya hanyalah visitor, bukan mahasiswa disana. Jadilah saya memakai visa bertajuk Cultural Activities. Saya search di internet ternyata pemakaian CoE ini biasanya untuk durasi stay yang lama, seperti berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, saya jadi bingung padahal durasi stay saya tidak sampai 1 bulan. Yo wes kita ikutin aja. Pertama isi formulir, trus kirimkan semua syarat-syaratnya ke professor. Nanti professor disana yang akan mengurus pembuatan CoE hingga mengirimkannya kepada saya di Padang (fyi ternyata pas nyampe Indo CoE nya masuk bea cukai juga wkwkwkw). Dan untuk pertama kalinya saya dikirimkan dan melihat formulir dengan tulisan keriting-keriting semua. Berikut penampakan formulirnya:


Salah satu potongan halaman formulir COE yang keriting-keriting menggemaskan

Hal-hal yang ditanya dalam formulir ini ternyata lumayan unik, seperti: siapa yang bayarin kamu ke Jepang, berapa banyak dibayarinnya, trus bawa uang ke Jepang berapa banyak (dalam yen), dalam cash atau enggak, trus nyampe jepangnya tanggal berapa, masuk dari bandara apa (Haneda atau Narita ... atau lainnya), trus nge-apply visanya di Indo dimana (untuk kawasan padang itu di kedutaan Medan), pernah ke Jepang gak sebelumnya, pernah dideportasi gak, dan lain-lain. Setelah mengisi formulir dan mengirimkan semua syarat-syaratnya dalam bentuk scan (which is pada saat itu kerjaan saya bolak-balik pergi scan, edit ini edit itu, kirim email, cek email, lengkapin yang masih kurang dll), saatnya menunggu kedatangan CoE. Professornya bilang biasanya selesai dalam 3-6 minggu (makanya disuruh cepet ngurusnya, apalagi syaratnya kemaren harus ada scan passport, soalnya mepet kan dengan jadwal berangkat, biar visanya cepat diurus).

Asli deg-degan nunggu CoE yang satu ini. Selama menunggu CoE saya tidak bisa ngapa-ngapain kecuali ngurus kelengkapan dokumen ke Unand. Belum bisa ngurus visa tanpa CoE, berarti belum bisa beli tiket pesawat. Harapan saya saat itu cuma satu, semoga CoE nya selesai dalam 3 minggu dan segera dikirimkan ke Padang. Seapes-apesnya 4 minggu deh jangan lama-lama. Menunggu... Menunggu.. dan alhamdulillaah dalam 3 minggu selesai, gercep lah Jepang ni. Dalam 4 hari akhirnya CoE saya sampai.... HOREEE.... first time dapat kiriman langsung dari luar negeri dengan bubuhan tulisan keriting-keriting di map bagian luarnya


Penampakan COE yang dikirim dari Jepun, ntar diambil lagi sama orang Imigrasi pas nyampe bandara di Jepang

Fyi CoE saya tertulis untuk 3 bulan dan berlaku hingga Oktober 2016. Itu berarti saya berhak mengajukan visa stay selama 3 bulan wohohoho #namunapalahdaya. CoE ini nantinya dibawa ke kedubes untuk pembuatan visa bersama passport dan nanti pas berangkat ke jepang COE tadi juga dibawa untuk nantinya diserahkan ke bagian Imigrasi di Jepang. Dan saat yang ditunggu-tunggu, NGURUS VISA.


3. VISA

Ini adalah salah satu fase paling greget yang bikin adrenalin dan emosi saya meningkat pada saat mengurusnya. Dikarenakan saya menetap di kota Padang yang notabenenya bukanlah kota besar dan tidak memiliki satupun kedubes, jadilah pembuatan visa dilakukan di kota tetangga, yaitu MEDAN. Dan untungnya saja pengurusan passport untuk kawasan Asia bisa dilakukan cukup lewat travel agent di Padang, ga harus ke kedubes langsung, jadi bisa menghemat biaya. Jadilah saya mencari travel agent yang cocok untuk itu. Bermodal dari saran-saran dari teman dan senior yang pernah ke Jepang, mereka menyarankan bikinnya di E*** tour yang ada di depan PA. Setelah di cek kesana, ternyata harga bikinnya ngagetin yaitu 700 ribu. WEW. *Harga asli bikin di kedubes langsung saya cek di web kbri jepang cuma 330 ribu, dan kalau masih berstatus S1, bisa free..... Apalagi dia mensyaratkan harus punya rekening koran senilai minimal 50 juta. Wadeuh. Alhasil saya coba lah survey ke tempat lain, manatau bisa dapet yang lebih murah dengan syarat yang ga ribet-ribet banget.

Sempat survey ke E## tour yang deket smandu, ternyata minimal rekening korannya 60 juta. Dan survei ketiga itu ke T* Travel yang di depan PA juga tapi yang diujung jalan dekat simpang empat, ternyata disana syaratnya ga terlalu ribet (setelah dengar penjelasan pegawainya). Salah satunya cukup bukti deposit hanya sebesar 30 juta (catat : dia bilang bukan rekening koran yaaa...). Jadilah saya memutuskan membuat visa disana. Tapi ternyata putusan saya membuat visa disana sepertinya hal yang mengerikan. Ketika saya menyerahkan syarat-syarat yang dibutuhkan yang sesuai dengan penjelasan pegawai disana, tiba-tiba pegawai yang menerima berkas-berkas saya (pegawai yang berbeda) mengatakan berkas yang harus diberikan bukan seperti itu dan kurang lengkap. D@MN IT. Ini udah bulan Juni mau akhir loh. Padahal saya udah kesana 2 kali, dan mendapatkan penjelasan yang sama dari pegawainya (pegawai lain lagi). KOK BISA BEDA PEMAHAMAN SIH SESAMA PEGAWAI SENDIRI. Salah satu yang paling beda nya adalah tetap harus ada rekening koran minimal 50 juta. *Why didn’t you tell it before, dude! Panik dong pasti. Akhirnya dia nyaranin pake rekening koran dosen atau rekening koran Unand, tapi tetap harus melampirkan surat keterangan mahasiswa dan surat keterangan mengikuti SM dengan tandatangan dari rektorat, gabisa surat keterangan dari dekanat fakultas aja.

Saya akhirnya mencoba meminta rekening koran ke rektorat sekaligus juga minta tandatangan wakil rektor 3. Awalnya orang rektoratnya bingung, trus akhirnya ngasih kertas tanda jumlah saldo dari rekening unand. Yaudah karena saya ga ngerti kayak apa rekening koran Unand, akhirnya saya bawa lagi berkas yang diberikan orang rektorat tadi ke travel agent. DAN TERNYATA SALAH. Astaga, berarti harus balik lagi ke Limau Manis buat ngurus (semakin terasa bahwa jarak limau manis-pusat kota itu jauh!). Setelah beribet-ribet di Limau Manis, akhirnya dapet juga rekening koran walaupun dikirimin ke WA. Ya dikirim ke WA, dan bapak pengirimnya benar-benar mewanti-wanti saya untuk tidak menyebarkan ataupun menyalahgunakan rekening koran tersebut.

Saat itu juga udah dapat tandatangan wakil rektor 3. Ada hal yang unik waktu minta ttd WR 3, jadi pada tembusan suratnya salah tulis ‘englishnya’ (menurut versi tu bapak, menurut saya sih benar, ya emang sih pake format surat yang lama pas WR 3 nya beda, lupa nulis apa waktu itu), jadilah saya harus beburu pergi ngeprint turun ke arah pasar baru lagi. Tapi untunglah bapaknya welcome mau nungguin walau udah hampir jam stengah 4 (lagi bulan puasa), dan pas didalam ruangan bapaknya ngajakin bercanda dan ngomong-ngomong pake bahasa jepang yang saya tak paham apa maksudnya. Bahkan bapaknya sempat cerita kalau dia pernah tinggal di jepang dan anaknya ada di FK juga, lupa angkatan berapa, 2010 mungkin.

Kembali lagi ke travel agent. Kasih berkas, dan dapat kabar luar biasa meremukkan dari pihak travelnya setelah nelpon orang kedubes, ternyataaaa....... hari itu hari terakhir penerimaan berkas oleh kedubes untuk pembuatan visa, soalnya bentar lagi mau lebaran dan kedubes mau libur. Saya ingat waktu itu tanggal 28 Juni. Orang kedubesnya baru bisa nerima berkas lagi setelah lebaran, tanggal 11 Juli 2016. Itu berarti off selama 2 minggu. YA ALLAH PADAHAL BERKAS SAYA MASIH DIPADANG DAN BERANGKAT TANGGAL 14 Juli 2016. Belum lagi harus dikirim dulu ke Medan, mana sekarang lagi rame-ramenya orang make JNE pas akhir puasa ini. Ya salah saya juga sih kenapa ngurusnya mepet-mepet gini. Tapi ya mau gimana lagi, keadaan memaksa saya, apalagi karena menunggu CoE yang lumayan ngabisin waktu. Setelah itu teman saya coba telfon sendiri lagi ke kedubes di Medan untuk menanyakan apakah benar hari itu hari terakhir penerimaan berkas. Dan Benar ternyata. Zzzzzzzzzzzz........ Saat itu rasanya pengen beli tiket pesawat langsung ke Medan dan pergi ke kedubesnya buat nyerahin sendiri semua berkas buat visanya.

Saya saat itu gatau mau ngomong apalagi. Speechless, lemes sendiri, gatau mau ngapain lagi. Kecewa dengan pihak travel agentnya, kenapa gak dari dulu syarat-syarat yang bener tadi dikasih tau. Kenapa sesama pegawai aja tingkat pemahaman akan pengurusan visa ini berbeda-beda. Ingin rasanya saat itu menjadi penduduk kota besar seperti Jakarta atau Medan, sehingga kalo mau ngurus-ngurus visa gaperlu beribet-ribet dengan travel agent, cukup urus ke kedubes langsung di kota itu. Akhirnya saya memutuskan meng-email kembali professor saya dan menjelaskan kepadanya kalau ada permasalahan pada pembuatan visa dan saya meminta jadwal mulai saya disana diundur jadi antara tanggal 18-25 Juli 2016. Untungnya professornya baik. Tapi ternyata pihak travelnya juga pake acara libur lebaran sampe tanggal 10 Juli, which means berkas saya ga bisa sampe tanggal 11 di Medan. Padahal butuh waktu 2 hari loh buat ngirim dari Padang ke Medan (katanya).

Yaudah untuk kali ini sabar aja, tunggu tanggal 11 Juli (Senin). Pas tanggal 11 saya kasih semua berkasnya. Trus saya ingat banget kata pegawainya waktu itu kalo yang CoE cukup yang fotokopinya aja yang dikirim ke Medan, yang asli disimpan aja. Agak curiga sih, sampe akhirnya saya cek lagi website kedubes. Ternyata di web katanya yang asli juga dilampirkan. Trus akhirnya saya kasih aja pada hari Senin itu CoE asli saya buat jaga-jaga. Jadi disimpen dulu di kantor travelnya. Dan si pihak travelnya dapat telpon dari Medan ternyata BENAR KALAU EMANG HARUS ADA COE ASLI YANG DILAMPIRKAN. Aduh ini kok travel agent gak kredibel banget sih. Masak buat hal-hal pengurusan visa begini mereka ga tau! Visa Jepang pula which is visa yang banyak dibikin sama orang indo. Emosi berat saya waktu itu. Berarti kan syarat saya baru lengkap kamis dan visa mungkin selesai Senin kan (4 hari kerja, hari kerja terhitung dari hari terima berkas). GILA ntar nyampe Padangnya kapan ha!!! Jadilah itu CoE baru dikirim lagi ke Medan hari Selasa. Saya ga tau apakah mereka pake orang dalam atau apa tapi mereka tetap menjanjikan hari Jumat visa selesai dan kemungkinan Sabtu atau Minggu bisa nyampe Padang.

Oke pas hari Jumat (15 Juli) visanya sudah selesai. Mereka bilang bakal dikirimin pake paket ekspress dan bakal nyampe padang hari Sabtu sore. Udah hari sabtu ga juga nyampe. Hari minggu juga masih belum nyampe. Hari senin pagi saya hubungin lagi masih belum nyampe. Waduh gregetan sendiri ama ni travel. Sampe akhirnya Senin siang saya dapat SMS dan WA dari pegawainya kalau visanya sudah sampai di travel agentnya dan bisa diambil sorenya. Alhamdulillaaah...... saat itu saya bisa sedikit bernapas lega. Itu berarti saya bisa ambil flight hari Rabu, 20 Juli 2016. Setelah mendengar info tersebut, saya beburu beli tiket pesawat. GILA EMANG, baru beli tiket pesawat H-2, mana destinasinya luar negeri pula, saat itu saya pasrah aja dengan harga tiket yang bakal ditawarkan.

Pertama beli tiket Padang-Kualalumpur. Senin pagi udah sempet cek Travel*k* kalo harga tiketnya udah menaik-naik. Pokoknya udah diatas sejuta. 1,2juta, trus 1,3 juta, trus 1,5 juta. Pas di 1,5 juta saya segera beli karena takut harganya naik lagi secara kurang ajar, ternyata pada saat saya mengisi data penumpang tiba-tiba ada notifikasi dari airlinenya kalau harga tiket berubah jadi total 1,7 juta. Dan inilah dia, saya mendapatkan tiket AirAsia untuk keberangkatan pagi dengan harga 1,7 juta hanya utk PDG-KUL yang cuma 1 jam an doang. OH GOSH F**K*NG EXPENSIVE! Untuk tiket KL-Tokyo belum dibeli. Gatau feeling aja bilang jangan beli dulu. .... Tunggu sampai apa yang akan terjadi berikutnya. Sebenernya kemarin juga ada opsi kedua sih pilih terbang lewat Jakarta, tapi ternyata harga tiket PDG-CGK sama aja mahal dan tiket CGK-Tokyo bernilai lebih fantastis (harga yang termurahnya harus transit ke Hong Kong) ketimbang lewat KL (direct flight tanpa transit). Dan satu lagi buat yang nanya kenapa gak naik maskapai biru kebanggaan Indonesia, well sebenernya mau sih, tapi justru harga tiketnya musuhan banget sama dompet (*mahasiswa mode on teteup).

Tiba-tiba setelah beli tiket PDG-KUL, teman saya yang juga ke Jepang dapat telpon dari orang travel agentnya kalau VISANYA SALAH. Cuma kebikin 15 hari, bukan 30 hari. TOOOOOOOOOOOOTTTTTTTT..................... aduh mbak ini orang baru beli tiket loh....piye iki. Yes lengkaplah masalah yang ada. Begitupula lengkaplah kekecewaan terhadap pihak travel agent yang satu ini.

.....to be continued to part 3